Setidaknya, ada 10 buah microphone terbaik bermerk Sennheiser disiapkan. Tiga di atas sejajar mulut di saat imam berdiri. Tiga di tengah sejajar mulut di saat imam duduk. Dan tiga di bawah sejajar lantai. Ditambah 1 lagi berbentuk clip button speaker yg berjenis wireless yg ditempelkan di baju sang imam.
Peralatan khas untuk Imam |
Kabel microphone tertanam di lantai Ka'bah dan atau sisi bawah Ka'bah yg menonjol ke depan. Kabel microphone yg terhubung dengan sound system Sennheiser pun terbuat dari serat optic terbaik, sehingga tidak mengakibatkan delayed pada saat imam bersuara hingga terdengar oleh makmum di segenap penjuru Masjidil Haram yg luasnya mencapai 356.800 km2 ini.
Dulu, penggunaan microphone dan speaker ini ditentang dan diharamkan oleh ulama Saudi. Mereka menyebut bahwa cukup Muballigh saja sebagai penyampai suara imam ke belakang. Namun, kemudian keputusan ini 'diprotes' beragam ulama dunia lainnya. Salah satunya adalah Syaikh Muhammad Mutawalli As Sya'rawy dari Mesir.
Hujjah yg ia sampaikan adalah dengan bertanya bolehkah menggunakan kacamata dalam membaca Al Quran? Ulama Saudi sepakat menjawab boleh. Alasannya adalah karena kacamata sebagai alat pembesar dan penjelas tulisan Al Quran sehingga benar dibacanya.
Lalu kemudian, Syaikh Sya'rawi bertanya kembali, "Jika demikian apa bedanya dengan pengeras suara? Bukankah ia memperbesar dan memperjelas bacaan Al Quran sehingga bisa terdengar oleh siapa pun di belakang?".
Sejak saat itu, speaker dan microphone kemudian dipasang di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Namun, Muballigh tetap difungsikan dan jumlahnya dikurangi menjadi satu orang saja dirangkap oleh Muadzin. Muballigh yg mengiringi takbir hingga salam imam pun menggunakan speaker dengan jumlah yg hampir sama dengan yg digunakan imam. Bedanya, letaknya saja. Jika imam di depan pintu Ka'bah. Muadzin dan Muballigh berada di ruangan khusus di salah satu sudut di Masjidil Haram.